Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri menangkap seorang predator seksual anak yang menjalankan aksinya secara virtual melalui game online. Polisi menyebut, predator seksual berinisial S itu menyasar anak-anak di bawah umur.
“Tersangka S ini melakukan tindakan peran seksual anak dengan memanfaatkan salah satu game ya, di mana sasaranya adalah anak-anak perempuan di bawah umur,” kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramdhan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/11/2021).
Adapun pengusutan ini bermula dari adanya surat dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bernomor 851/5/KPAI/VIII/2021, tanggal 23 Agustus 2021 perihal aduan konten negatif. Selanjutnya, polisi menerbitkan laporan tipe A bernomor LP/A/0574/IX/2021/SPKT.Dittipidsiber Bareskrim tanggal 22 September 2021, guna memulai pengusutan laporan tersebut. B
Berikut sejumlah fakta dalam pengusutan perkara ini:
1. Kronologi Polisi mengungkapkan, sekitar bulan Agustus 2021, orangtua D (9) hendak mengecek ponsel milik anaknya. Namun, ketika hendak melakukannya, secara tiba-tiba D mengatakan “Tunggu dulu,” sehingga membuat orangtuanya curita. Ketika ponsel diperiksa, orangtua D menemukan video porno dan percakapan melalui aplikasi WhatsApp berkonten dewasa.
“Setelah ditanya kepada D yang berumur 9 tahun ini bahwa video ini dikirim oleh teman main game-nya bernama Reza,” kata Kasubdit I Dittipidsiber Bareskrim Polri Reinhard Hutagaol dalam konferensi pers di Lobi Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/11/2021).
2. Modus Game Free Fire Reinhard menyebut, S yang telah ditetapkan sebagai tersangka, memulai aksinya untuk mencari korban lewat game Free Fire. Adapun, Free Fire merupakan game online bergenre battle royale yang biasa dimainkan oleh para gamer, baik pemula atau profesional.
Dalam permainan tersebut S menggunakan nama samaran, yakni dengan membuat akun bernama Reza. Kemudian, tersangka S mulai bermain game serta mengobrol melalui fitur chat di game dengan korban. Tersangka S pun meminta korban membuat konten porno dan menuruti kemauannya bejatnya dengan iming-iming dan ancaman.
3. Dipaksa VCS Menurut polisi, korban diiming-iming akan diberikan diamond atau alat transaksi dalam game sehingga pemain bisa mengoptimalkan performa serta memperkuat senjata di dalam game.
Reinhard menjelaskan, S menjanjikan korban dengan 500-600 diamond atau senilai dengan Rp 100.000. Diamond itu, lanjutnya, hanya akan diberikan jika korban mau mengirimkan foto dan video telanjang atau porno.
Tersangka S juga memaksa korban untuk melakukan video call seks (VCS) dengan iming-iming akan diberikan diamond. “Tersangka juga memaksa korban untuk mau diajak VCS atau video call sex melalui aplikasi WhatsApp. Jadi anak-anak itu menjadi korban daripada tersangka dengan janji diberikan diamond,” ucap Reinhard.
Selain itu, S juga mengancam korban jika tidak menuruti kemauannya. S mengancaman akan menghapus akun game korban sehingga korban menuruti kemauan tersangka.
4. 11 korban
Polisi mengungkapkan, predator seksual tersebut sudah melakukan kejahatan seksual kepada 11 anak.
Korbannya adalah anak perempuan di bawah umur, yang berusia sekitar 9-11 tahun.
“Korban tuh 11 anak, perempuan, umur 9 sampai 11 tahun,” ungkap Reinhard.
Menurut Reinhard, para korban tersebar di berbagai wilayah, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Reinhard menyebut, pihaknya sudah mengindentifikasi dan melakukan pemeriksaan kepada 4 anak yang menjadi korban.
Sedangkan, identitas 7 anak lainnya masih belum diketahui. Dalam penangkapan ini, polisi turut mengamankan sebuah ponsel merek OPPO A 15 S, sebuah simcard MSISDN, serta akun game Free Fire, dan foto dan video pornografi korban.
Terkait aksinya tersangka dijerat sejumlah pasal, yaitu Pasal 82 Jo Pasal 76 E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang.
Kedua, Pasal 29 Jo Pasal 4 Ayat (1) dan/atau Pasal 37 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Selanjutnya, Pasal 45 Ayat (1) 3o Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.