Bea Cukai Ungkap Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Penyelundupan Rokok ImporI legal dengan High Speed Crafts

  • Whatsapp

Batam, 23 September 2022 – Jalankan fungsi pengawasan dalam mencegah masuknya

barang-barang ilegal dan berbahaya ke daerah pabean Indonesia, Bea Cukai bekerja sama

dengan aparat penegak hukum (APH) lainnya berhasil mengungkap tindak pidana pencucian

uang (TPPU) dalam aksi penyelundupan rokok impor ilegal menggunakan high speed crafts

(HSC) di Perairan Batam, Kepulauan Riau.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani menjelaskan kasus tersebut terungkap saat Bea

 

Cukai menggelar Operasi Laut Terpadu Jaring Sriwijaya Bea Cukai pada Oktober 2020.

Petugas patroli laut Bea Cukai menindak kapal layar motor (KLM) Pratama yang mengangkut

sekitar 51.400.000 batang rokok impor ilegal merek Luffman yang dibawa dari Vietnam menuju

Perairan Berakit, Kepulauan Riau, Indonesia. Para pelaku diketahui melakukan pembongkaran

muatan di tengah laut (ship to ship), dan memindahkan muatan ke beberapa HSC yang

rencananya akan dibawa ke beberapa lokasi di wilayah Pesisir Timur Sumatra.

“Dari hasil penyidikan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Khusus

Kepulauan Riau terhadap penyelundupan rokok impor ilegal tersebut, Pengadilan Negeri

Tanjung Balai Karimun dan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang telah menetapkan lima belas

orang tersangka yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

Pasal 102 huruf (a) dan/atau Pasal 102 huruf (b) U Kepabeanan yang telah berkekuatan hukum

tetap (inkracht van gewijsde),” ujarnya.

Sebagai tindak lanjut penanganan kasus, Bea Cukai melalui Satgas TPPU Bea Cukai

berkoordinasi dengan PPATK, Direktorat Jenderal Pajak, Kejaksaan, Bais TNI, Polisi Militer, TNI

AD, dan instansi terkait lainnya melakukan pengembangan penyidikan. Hasilnya pada bulan

September 2021, kembali ditetapkan seorang tersangka berinisial LHD yang terbukti melakukan

tindak pidana yang melanggar Pasal 102 huruf (a) dan/atau Pasal 102 huruf (b) UU

Kepabeanan dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang periode tahun 2019 s.d. 2020.

“Pada akhir Agustus 2022 lalu, Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyatakan hasil

penyidikan telah lengkap (P-21), berkas perkara tersangka LHD ditetapkan sebagai kasus

TPPU terbesar yang proses penyidikannya dilakukan oleh Bea Cukai, dengan potensi kerugian

pendapatan negara mencapai satu triliun rupiah,” lanjut Askolani.

Saat ini, Satgas TPPU Bea Cukai telah berhasil melakukan asset recovery berupa 1 unit KLM

Pratama GT210, 1 unit mobil, 1 unit kapal giant HSC 38 meter mesin MAN 3×1.800 HP, 5 unit HSC, 3 unit speedboat, serta uang tunai dalam bentuk rupiah dan dolar Singapura, dengan total

nilai barang dan uang tunai mencapai 44,6 miliar rupiah.

Askolani menambahkan bahwa penyelundupan menggunakan HSC secara ship to ship

awalnya terbatas di wilayah Batam dan Kepulauan Riau, tetapi saat ini HSC dapat langsung

berlayar menuju daratan Sumatra atau Jakarta tanpa pengisian BBM. Bahkan telah terdeteksi

juga di wilayah Aceh, Riau, Kalimantan Bagian Barat, hingga Kalimantan Utara. Di wilayah

perairan Selat Singapura pun frekuensi pelintasannya meningkat, dari 3-6 kali deteksi

pelintasan, menjadi 10-14 kali deteksi pelintasan per minggu. HSC sendiri merupakan kapal

dengan konstruksi fiber yang dilengkapi 4-8 unit mesin berkecepatan tinggi dengan desain

open-top yang dirancang khusus untuk penyelundupan. Tidak memiliki surat perizinan dari

Direktorat Jendral Perhubungan Laut, HSC kerap digunakan untuk melakukan penyelundupan

barang-barang bersifat high value goods, seperti narkotika, rokok dan minuman beralkohol,

benih bening lobster, pasir timah, telepon seluler, dan barang elektronik lainnya, serta pekerja

migran ilegal.

Untuk mencegah terjadinya kasus serupa, Askolani menegaskan bahwa perlu adanya

koordinasi high-level untuk penerbitan regulasi larangan HSC oleh kementerian-kementerian

terkait, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan

Perikanan, dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, serta melibatkan

Kementerian Luar Negeri. Sanksi tegas pun harus diberikan atas kewajiban penggunaan

automatic identification system (AIS).

“Saat regulasi sudah terbentuk, Bea Cukai bersama APH lainnya siap berkoordinasi dan

berkomitmen dalam pelaksanaannya di lapangan. Tidak hanya untuk meningkatkan

pengawasan atas penyelundupan TPPU, koordinasi yang baik juga diharapkan dapat

meningkatkan pengawasan dalam mencegah masuknya barang ilegal dan berbahaya ke

wilayah pabean Indonesia,” pungkas Askolani.

*

Related posts

Leave a Reply