Cilegon, Matamedia.co.id – Proses hukum terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kasus suap perizinan Transmart Kota Cilegon pada tahun 2017 yang lalu kembali menjadi perhatian. Selasa 15 Oktober 2024
Dalam salah satu putusannya terhadap para terdakwa, hakim telah memerintahkan agar Mantan Manager Cilegon United berinisial YA harus ditarik sebagai terdakwa. Namun, meskipun perintah tersebut sudah ada dalam pertimbangan majelis hakim dalam putusan pengadilan Negeri Serang Nomor : 35/Pid. Sus-TPK/2017/PN.SRG. (Hal 355 dari 383 Halaman) yang diucapkan pada tanggal 23 Pebruari 2018, berbunyi sebagai berikut: “Menimbang, bahwa berdasar uraian tersebut maka menurut Majelis Hakim adalah berdasar hukum apabila YA (-red) turut ditarik sebagai Terdakwa;” namun jaksa penuntut umum KPK sesuai Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan Nomor : Sprin.PPP-11/01-26/02/2018 tanggal 28 Pebruari 2018, hingga kini belum melaksanakan perintah tersebut, yang memicu kritik tajam dari seseorang mantan terpidana yang telah selesai menjalani hukuman sejak tahun 2018.
“Kasus ini bermula dari OTT yang melibatkan sejumlah pejabat Kota Cilegon dalam dugaan suap perizinan pembangunan Transmart. Dari 6 orang pelaku telah dijatuhi hukuman dan telah selesai menjalani hukumannya, namun masih ada seseorang berinisial YA yang disebut oleh hakim memiliki peran penting dalam kasus ini belum juga diproses lebih lanjut,” ungkapnya.
Menurutnya, putusan hakim pada tahun 2018 dimaksud dengan tegas memerintahkan jaksa penuntut umum KPK sebagai pelaksana putusan harus menarik YA sebagai terdakwa, tetapi perintah ini tidak juga diindahkan hingga sekarang.
“Sejak putusan pengadilan tahun 2018 tersebut, KPK sebenarnya telah mendapat perintah yang jelas dari hakim terkait penetapan YA sebagai terdakwa. Pada saat itu, Agus Raharjo sebagai Ketua KPK telah menetapkan beberapa jaksa yang diberi tugas khusus untuk mengeksekusi putusan tersebut. Namun, hingga saat ini, jaksa KPK tersebut tidak juga melaksanakan putusan pengadilan tersebut terhadap YA, sehingga menimbulkan tanda tanya besar terhadap komitmen KPK dalam menyelesaikan kasus ini,” tambahnya.
Keterlambatan ini bahkan terus berlanjut meskipun telah ada upaya melaporkan pengabaian perintah hakim tersebut. Laporan pengaduan terhadap kelambanan eksekusi perintah pengadilan pernah dikirimkan kepada KPK dan ditembuskan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung.
“Namun, meskipun laporan tersebut telah disampaikan, sampai saat ini belum ada tanda-tanda yabg jelas tindak lanjut yang nyata dari pihak-pihak terkait,” terangnya.
Salah satu terpidana yang juga sebagai praktisi hukum tersebut berpendapat bahwa mestinya langkah-langkah yang seharusnya dilakukan ketika ada perintah hakim untuk menarik seseorang sebagai terdakwa mencakup beberapa tahap penting:
1. Evaluasi Bukti yang Ada: KPK harus segera mengevaluasi bukti-bukti yang ada, terutama yang menjadi dasar hakim untuk memerintahkan penetapan YA sebagai terdakwa. Jika bukti tersebut memadai, maka KPK tidak seharusnya menunda proses lebih lama.
2. Mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik): Setelah mengevaluasi bukti, KPK perlu mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk menetapkan status tersangka terhadap YA. Ini adalah dasar bagi jaksa penuntut umum untuk menyusun dakwaan.
3. Pelimpahan Berkas Perkara ke Pengadilan: Setelah status tersangka ditetapkan, berkas perkara harus segera disusun dan dilimpahkan ke pengadilan, agar persidangan terhadap YA dapat segera dimulai sesuai dengan perintah yang dikeluarkan oleh hakim.
4. Mematuhi Perintah Pengadilan: Sebagai lembaga penegak hukum, KPK berkewajiban mematuhi putusan pengadilan untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Mengabaikan perintah hakim dapat menimbulkan konsekuensi hukum dan merusak kredibilitas KPK.
5. Transparansi Proses Penegakan Hukum: KPK juga perlu memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada publik terkait langkah-langkah yang diambil untuk menindaklanjuti putusan pengadilan. Ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan menunjukkan bahwa proses hukum dijalankan dengan adil.
Keterlambatan KPK dalam menjalankan perintah pengadilan ini menuai kecaman dari dirinya sendiri yang telah selesai menjalani hukuman tersebut. Dia mempertanyakan mengapa perintah yang sudah dikeluarkan oleh hakim tidak segera ditindaklanjuti, padahal langkah ini penting untuk memastikan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam kasus ini mendapatkan proses hukum yang sesuai.
“Putusan hakim sudah jelas, YA harus diproses hukum. KPK tidak boleh mengabaikan perintah ini jika ingin menjaga kepercayaan publik,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa lambatnya eksekusi ini, bahkan setelah adanya laporan pengaduan yang ditembuskan ke Jamwas Kejaksaan Agung, dapat memberikan kesan adanya upaya mengulur-ulur proses hukum atau bahkan intervensi dalam penanganan kasus ini.
Dia terus mendesak agar KPK segera menuntaskan kasus ini sesuai dengan perintah hakim. Keterlambatan selama enam tahun sejak putusan pengadilan, meskipun laporan pengaduan telah disampaikan, menimbulkan kekecewaan dan pertanyaan besar mengenai komitmen KPK dalam menegakkan hukum secara adil dan transparan.
“Proses pendalaman memang penting, tetapi perintah pengadilan harus diprioritaskan. Jika memang ada bukti yang cukup, KPK harus segera menetapkan status tersangka atau terdakwa terhadap YA. Keterlambatan ini justru bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap KPK,” pungkasnya.
Kasus perizinan Transmart Cilegon ini menjadi ujian besar bagi KPK dalam menunjukkan integritas dan ketegasannya dalam menindaklanjuti perintah pengadilan. Dia mendesak agar, KPK diharapkan segera menjalankan perintah hakim untuk memastikan proses hukum berjalan tanpa hambatan, dan keadilan dapat ditegakkan tanpa ada pihak yang kebal hukum.