Serang,- Matamedia.co.id,- Divisi Tindak Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten sukses mengungkap kasus penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, khususnya jenis Pertalite dan Solar, di wilayah hukum Polda Banten. Tindakan tersebut dilakukan dengan menangkap 15 pelaku yang terlibat dalam perniagaan ilegal ini.
Asisten Kepala Bidang Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Wadireskrimsus) Polda Banten, AKBP Wiwin Setiawan, menerima informasi vital dari masyarakat dan pihak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terkait adanya kegiatan perniagaan BBM bersubsidi secara ilegal.
“Para pelaku ini membeli BBM jenis Solar dan Pertalite menggunakan jeriken dan kendaraan roda dua, empat, dan tiga di SPBU yang berbeda,” ungkap Wiwin saat mengungkap kasus penggelapan BBM Subsidi di Markas Polda Banten pada Rabu (31/1/2024).
Wiwin menjelaskan bahwa kelompok 15 tersangka, yang diidentifikasi sebagai RJ (32), ES (31), LR (31), OA (58), NH (52), MK (35), DN (23), AY (20), AH (52), SP (49), BB (49), GN (31), SN (51), dan SR (30), telah menjalankan operasinya selama satu tahun.
“Modus operandi para pelaku melibatkan pembelian BBM bersubsidi jenis Solar dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan Pertalite di SPBU, dengan menggunakan rekomendasi surat dari Dinas Kelautan untuk disalurkan kepada nelayan. Namun, barang tersebut malah dijual kembali kepada pihak lain, terutama pertamini, dengan mengambil keuntungan pribadi,” terang Wiwin.
Barang bukti yang berhasil diamankan termasuk 10 unit kendaraan roda empat, 7 unit kendaraan roda dua, satu unit kendaraan roda tiga, 2.343 liter BBM subsidi Solar, 5.471 liter BBM jenis Pertalite, surat rekomendasi pembelian BBM subsidi, jeriken, pompa, selang, corong, dispenser pertamini, serta nota transaksi.
“Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal 55 UU No. 22 tahun 2021 tentang minyak dan gas bumi yang telah diubah melalui pasal 40 angka 9 UU No 6 tahun 2022 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No 2 tahun 2022 tentang cipta kerja, dengan ancaman hukuman penjara hingga 6 tahun dan denda sebesar 60 miliar rupiah,” tutup Wiwin.