JAKARTA,- Matamedia.co.id,- Proses penagihan nasabah kartu kredit Bank Mega yang melibatkan debt collector (DC) terus meresahkan.
Bahkan peristiwa itu juga menimpa pada salah seorang karyawati di sebuah perusahaan berinisial FP di Jakarta.
Ia merupakan seorang istri yang tidak mengetahui terkait tagihan atasnama suaminya.
Meskipun bukan nasabah atau pemilik tagihan pada kartu kredit tersebut, tiba-tiba FP didatangi di perusahaan tempatnya bekerja.
“Ini sangat meresahkan! Saya tidak tahu apa-apa soal kartu kredit itu, tiba-tiba ada dua orang perempuan yang mengaku sebagai debt collector dari Bank Mega. Dia marah dan teriak-teriak di kantor, padahal saya bukan pemilik kartu kredit itu,” ungkap FP dengan nada resah, di kantornya, Senin (13/5/2024).
Kemudian, kedua orang yang tidak menyebutkan identitas dirinya itu menyampaikan surat undangan terkait tagihan kartu kredit atas nama Erwin Susanto dengan nomer CC 4201 94XX XXXX 8414.
Sementara itu, pihak PT. Bank Mega Tbk saat dikonfirmasi melalui Jakarta Dunner Recovery Team Leader Peri Siswanto membenarkan telah mengirim petugas lapangan tersebut.
Meskipun begitu, Peri Siswanto menolak menunjukkan surat tugas serta menyebutkan identitas diri kedua perempuan yang ditugaskan menyampaikan surat undangan bagi nasabah tersebut.
“Benar ini saya yang mengundang Pak. Mohon maaf kalau itu kita tidak bisa berikan pak, yang pasti itu betul yang mengundang saya pak,” kata Peri Siswanto sekaligus sebagai PIC Bagian Collection.
Secara terpisah, Praktisi Hukum Bernad Sardo Jerry SH mengaku turut bersimpati terhadap kejadian yang menimpa FP.
Ia berharap, kasus itu segera bisa terselesaikan secara baik untuk semua pihak.
Bernad Sardo Jerry SH menjelaskan, secara peraturan sebenarnya setiap upaya penagihan yang dilakukan oleh pihak Bank penerbit kartu kredit harus dilakukan sesuai dengan pokok-pokok etika penagihan.
“Hal itu diwajibkan oleh Surat Edaran Bank Indonesia No.14/17/DASP tanggal 7 Juni 2012 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.11/10/DASP tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (“SE BI AMPK”), jelasnya.
Ia menambahkan, sebagaimana dinyatakan dalam angka 4 huruf D.4.b.3 SE BI APMK, sebagai berikut:
Dalam melakukan penagihan kartu kredit baik menggunakan tenaga penagihan sendiri atau tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa penagihan, penerbit kartu kredit wajib memastikan bahwa tenaga penagihan dalam melaksanakan penagihan mematuhi pokok-pokok etika penagihan sebagai berikut:
a) menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan penerbit kartu kredit, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan;
b) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan pemegang kartu kredit;
c) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal;
d) penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain pemegang kartu kredit;
e) penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu;
f) penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili pemegang kartu Kredit;
g) penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu alamat pemegang kartu kredit; dan
h) penagihan di luar tempat dan/atau waktu sebagaimana dimaksud pada huruf f) dan huruf g) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan pemegang kartu kredit terlebih dahulu.
Dalam kesempatan itu, Bernad Sardo Jerry SH berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pemilik kewenangan bisa melindungi hak-hak konsumen.
“OJK harus bertindak tegas dan bisa melindungi hak-hak konsumen dengan memastikan perusahaan keuangan yang beroperasi di Indonesia dapat memathui aturan dan standar yang ditetapkan,” pungkasnya.