Jakarta,- Matamedia.co.id,- Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini menggagas perubahan signifikan dalam tata cara politik Indonesia dengan merilis Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2023. Aturan tersebut, yang mulai berlaku sejak 21 November 2023, menciptakan terobosan baru terkait pengunduran diri menteri dan pejabat setingkat menteri yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.
Perubahan tersebut terfokus pada Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018, dengan menambahkan Ayat 1a yang secara khusus mencabut kewajiban pengunduran diri bagi menteri dan pejabat setingkat menteri yang ingin mencalonkan diri dalam pemilihan presiden. Namun, langkah ini tidak berarti bebas tanpa batas; mereka diwajibkan untuk mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden.
Sebelum perubahan ini, Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 telah mengatur bahwa pejabat negara yang mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya. Pengecualian diberikan hanya kepada presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota.
Dengan adanya Pasal 18 Ayat 1a yang baru, langkah ini mencerminkan penyesuaian terhadap tuntutan dinamika politik yang semakin berkembang di Indonesia. Menteri dan pejabat setingkat menteri sekarang dapat menjalankan tugas pemerintahan mereka tanpa harus merelakan jabatan saat mencalonkan diri dalam pemilihan presiden. Namun, persetujuan dan izin cuti dari presiden tetap menjadi tahap yang tidak bisa diabaikan.
Selain itu, peraturan ini juga menggarisbawahi bahwa pengunduran diri yang diajukan oleh aparat sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), karyawan, atau pejabat badan usaha milik negara atau daerah yang mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden tetap berlaku. Pada saat yang sama, aturan ini menegaskan bahwa pengunduran diri tersebut bersifat final dan tidak dapat ditarik kembali, serta tidak memungkinkan pengaktifan kembali bagi mereka yang telah mengundurkan diri.
Dengan langkah inovatif ini, Jokowi menggambarkan komitmen pemerintah untuk memperbarui regulasi politik guna menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan dinamis dalam proses pemilihan presiden. Bagaimana dampaknya terhadap dinamika politik dan siapa saja yang akan memanfaatkannya, adalah pertanyaan yang mungkin akan terus diperdebatkan dalam lingkup politik Indonesia.
Selengkapnya bunyi pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 yang diubah dalam peraturan baru menjadi sebagai berikut:
Ayat 1: “Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, pimpinan dan anggota Majelis Permusyawaratan Ralgrat, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota”.
Ayat 1a: “Menteri dan pejabat setingkat menteri yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dan izin Cuti dari Presiden.”
Ayat 2: “Aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional lndonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, karyawan atau pejabat badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah harus mengundurkan diri apabila dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden”.
Ayat 3: “Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan tidak dapat ditarik kembali.
Ayat 4: “Pejabat negara, aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik lndonesia, karyawan atau pejabat badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat mengajukan pengaktifan kembali.