PPS, Kesempatan Terbaik Bagi Wajib Pajak

  • Whatsapp

Serang,-matamedia.co.id,- Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) memberikan kabar yang menggembirakan bagi wajib pajak. Pemerintah memberikan program pengungkapan sukarela (PPS), melalui UU ini. Dengan mengikuti program ini, wajib pajak terhindar dari sanksi yang lebih besar.

Program Pengungkapan Sukarela (PPS)

Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, mendapat data transaksi ekonomi yang sangat banyak. Data bersumber dari lembaga pemerintah, non pemerintah, asosiasi, bahkan dari luar negeri. Hasil penelitian dan klarifikasi permintaan penjelasan menunjukan masih banyak data yang belum dilaporkan oleh wajib pajak.

Banyaknya data yang belum diungkap wajib pajak menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah. Di sisi lain, Pemerintah membutuhkan dana yang besar untuk membiayai kehidupan bernegara, termasuk menanggulangi dampak pandemi covid-19 yang belum usai. Mendasarkan hal tersebut, data yang belum diungkap dan kebutuhan data yang besar, Pemerintah menggulirkan program pengungkapan sukarela wajib pajak.

PPS berlaku selama 6 bulan mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022. Program ini berisi pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran pajak penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta. PPS dapat diikuti oleh wajib pajak yang dikategorikan menjadi kebijakan I dan kebijakan II.

Kebijakan I diperuntukan bagi wajib pajak badan dan orang pribadi peserta program pengampunan pajak (tax amnesty). Harta yang diungkap merupakan harta perolehan sampai dengan 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan pada surat pernyataan harta (SPH).

Tarif pajak penghasilan pada kebijakan I ini ditetapkan sebesar 11% untuk deklarasi harta luar negeri, namun apabila harta luar negeri tersebut dipulangkan ke Indonesia (repatriasi) maka tarifnya menjadi 8%. Tarif ini juga berlaku bagi deklarasi harta dalam negeri. Apabila harta luar negeri dan harta dalam negeri tersebut kemudian diinvestasikan pada Surat Berharga Negara (SBN), sektor pengolahan sumber daya alam, atau sektor energi terbarukan (renewable energy) maka tarifnya menjadi 6%.

Peserta tax amnesty yang masih memiliki harta yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPH harus ikut program ini. Apabila mereka tidak mengikuti PPS dan harta yang belum diungkap ditemukan DJP maka harta tersebut dianggap penghasilan dan dikenai pajak penghasilan final sebesar 25% bagi WP Badan, 30% bagi WP OP dan 12,5% bagi WP tertentu. Selain itu, mereka juga dikenai tambahan sanksi sebesar 200%.

Kebijakan II diperuntukan khusus untuk wajib pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan tahun 2016 sampai dengan 2020 dan belum dilaporkan pada SPT Tahunan PPh. Basis pengungkapan pada kebijakan II ini adalah harta yang diperoleh tahun 2016 sampai dengan 2020 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun 2020.

Besarnya tarif pajak penghasilan pada kebijakan II ini ditetapkan sebesar 18% untuk deklarasi harta luar negeri, tetapi bila harta tersebut direpatriasi maka tarifnya menjadi 14%. Tarif ini juga berlaku bagi pengungkapan harta dalam negeri. Tarifnya menjadi 12%, apabila harta luar negeri dan dalam negeri diinvestasikan pada Surat Berharga Negara (SBN), sektor pengolahan sumber daya alam, atau sektor energi terbarukan.

Kebijakan II ini dapat diikuti oleh wajib pajak orang pribadi yang tidak sedang diperiksa atau dilakukan pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2020. Selain itu, wajib pajak juga tidak sedang dilakukan penyidikan, proses peradilan, atau sedang menjalani tindak pidana di bidang perpajakan.

Untuk dapat mengikuti kebijakan II ini, WP OP harus sudah mempunyai NPWP, membayar PPh final, melaporkan SPT Tahunan PPh OP Tahun 2020, dan mencabut permohonan restitusi atau upaya hukum tahun pajak 2016 sampai dengan 2020 baik PPh, PPh pemotongan/pemungutan, maupun PPN.

WP OP yang belum melaporkan penghasilan tahun pajak 2016-2020, akan dikenakan PPh sesuai tarif yang berlaku ditambah sanksi. Apabila harta perolehan tahun 2016-2020 yang belum dilaporkan, ditemukan oleh DJP maka dikenakan tarif PPh final sebesar 30% ditambah sanksi KUP berupa bunga per bulan ditambah uplift factor 15%.

Untuk mengikuti PPS ini, wajib pajak dapat mengunjungi laman djponline.pajak.go.id. Pelaporan dilakukan secara elektronik. Setelah pelaporan, wajib pajak akan mendapatkan surat keterangan dan surat ini pun otomatis keluar dari djponline. Wajib Pajak dapat melaporkan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) lebih dari satu kali sepanjang dalam batas waktu yang ditentukan, yaitu 1 Januari – 30 Juni 2022.

Penyampaian SPPH kedua dan seterusnya dapat berupa pembetulan atau pencabutan SPPH. Apabila wajib pajak melakukan pencabutan SPPH, maka dianggap tidak mengikuti program pengungkapan sukarela.

Manfaat PPS

PPS memberikan manfaat bagi wajib pajak berupa tarif pajak penghasilan yang jauh lebih rendah dari tarif seharusnya. Selain itu, untuk peserta kebijakan I tidak dikenakan sanksi sebesar 200% dan adanya perlindungan data. Untuk peserta kebijakan II memperoleh manfaat tidak diterbitkan ketetapan pajak (tidak diperiksa) untuk tahun 2016-2020 baik PPh, PPh pemotongan/pemungutan, maupun PPN, kecuali ditemukan harta yang kurang diungkap dan juga adanya perlindungan data.

Perlindungan data pada kebijakan I dan II terkait data/informasi yang bersumber dari SPPH dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana pajak.

Pemerintah telah mencanangkan program yang istimewa dan luar biasa. Tarif pajak penghasilan yang lebih rendah dari yang seharusnya dan manfaat lainnya yang sangat bagus, menjadikan program ini sayang untuk dilewatkan. Pemerintah telah memberikan kesempatan terbaik kepada wajib pajak melalui program pengungkapan sukarela. Mari kita sukseskan program ini sesuai peran kita masing-masing.***

Related posts

Leave a Reply