Cilegon,- Matamedia.co.id,- Masalah sanitasi masih menjadi persoalan di sekitar perbatasan Kota Cilegon, termasuk wilayah Kelurahan Suralaya.
Masih ada masyarakat di sana yang buang air besar di kebun alias modol di kebon (dolbon).
Menyikapi persoalan ini, Dinas Kesehatan Kota Cilegon bersama PT Indonesia Power dan PT Indo Raya Tenaga memberikan bantuan toilet bagi warga kurang mampu yang ditegaskan dalam deklarasi Stop BABS alias Buang Air Besar Sembarangan pada Senin (15/11).
“Dengan adanya bantuan pembangunan jamban dari pihak PT Indonesia Power unit 1-8 dan PT Indo Raya Tenaga, semoga bermanfaat bagi masyarakat,” kata Lurah Suralaya, Eman Sulaiman dalam sambutannya di kegiatan itu.
Kegiatan kali ini merupakan puncak dari upaya pemberian jamban bagi warga miskin di Suralaya. Bersama kader Puskesmas Pulomerak dan Kelurahan Suralaya, pengentasan jambanisasi di sejumlah titik wilayah suralaya akhirnya terealisasi.
Berdasarkan data di Kelurahan Suralaya, dari tim verifikasi program STOP BABS tertanggal 08-20 Maret 2021, verifikasi fasilitas sanitasi ini sudah dilakukan. Dari jumlah 3.023 KK di wilayah ini, 49 KK diantaranya masih BABS. Terhadap mereka, bantuan CSR dilakukan oleh PLTU Suralaya 1-10. Kini, sudah 100 persen keluarga di wilayah ini sudah memiliki jamban.
Mewakili PLTU Suralaya Unit 1-8 dan Indo Raya Tenaga, Rahmat Hidayatullah dalam sambutannya mengatakan mendukung dan mengapresiasi terlaksananya 100 persen program STOP BABS di RW 6, Lingkungan Buah Dodol, Kelurahan Suralaya.
“Semoga dengan adanya STOP BABS dapat menimbulkan kesadaran masyarakat agar tidak BABS lagi dan juga menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau, serta tidak mencemari sumber air yang berada di Suralaya,” ucap Rahmat.
Persoalan sanitasi hingga kini masih jadi persoalan pelik di Provinsi Banten. Jika di seluruh Bantan ada sekitar 30 ribu warga yang buang air besar sembarangan (BABS), di kota industri ini, setidaknya ada sekitar 3 ribu jiwa yang masih melakukan BABS di kebun atau tempat lainnya, lantaran tak memiliki jamban.
Padahal, menurut UNICEF, sanitasi yang buruk menyumbang angka 88% pada kematian anak akibat diare di seluruh dunia. Belum lagi, ancaman stunting atau tumbuh kerdil juga dipengaruhi oleh kualitas sanitasi.