Cilegon,- Matamedia.co.id,- Pemerintah Kota Cilegon meresmikan peluncuran Rumah Setara sebagai Unit Layanan Disabilitas (ULD) Kota Cilegon pada Rabu (5/6), bertempat di eks-UPT Balai Budaya Cilegon. Acara ini dibuka secara resmi oleh Wakil Wali Kota Cilegon, Fajar Hadi Prabowo, serta dihadiri oleh Sekda Kota Cilegon, Asisten Daerah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Cilegon, dan perwakilan Dinas Pendidikan Provinsi Banten.
Wakil Wali Kota Fajar Hadi Prabowo menyampaikan bahwa kehadiran Rumah Setara merupakan bentuk nyata komitmen Pemkot Cilegon dalam menghadirkan layanan pendidikan yang inklusif dan setara bagi anak-anak disabilitas.
“Unit layanan ini berfungsi untuk dua hal utama: pertama, melakukan assessment bagi anak-anak disabilitas yang ingin masuk sekolah reguler, untuk mengetahui apakah mereka dapat bersekolah di sekolah umum atau perlu diarahkan ke sekolah khusus seperti SLB. Kedua, layanan terapi yang saat ini baru tersedia untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus seperti autisme dan keterlambatan perkembangan,” ujar Fajar.
Ia menambahkan, lahan di eks-UPT Balai Budaya ini cukup luas dan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi pusat layanan disabilitas yang lebih lengkap di masa depan, termasuk layanan untuk tuna rungu dan tuna wicara.
Fajar juga mengungkapkan bahwa semua layanan di Rumah Setara ini diberikan secara gratis, sebagai bentuk hadirnya negara untuk membantu masyarakat, khususnya keluarga kurang mampu yang memiliki anak disabilitas.
“Biasanya terapi harus ke klinik yang berbayar. Sekarang Pemkot hadir dan semua layanannya gratis. Tinggal orang tua mau datang, daftar, dan anak-anak bisa mendapatkan terapi. Banyak yang sudah merasakan manfaatnya: anak yang dulunya sulit bersosialisasi kini mulai bisa berinteraksi, kemampuan motorik dan sensoriknya pun meningkat,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Cilegon, Heni Anita Susila, menegaskan bahwa kehadiran ULD merupakan bagian dari tanggung jawab daerah untuk menyediakan akses pendidikan yang setara bagi seluruh anak.
“Ini bukan hanya soal pendidikan, tapi juga soal keberpihakan. Kami ingin membangun Cilegon sebagai kota yang inklusif, di mana semua warga termasuk anak-anak disabilitas mendapatkan pelayanan yang setara,” ujarnya.
Heni juga menyoroti pentingnya standar kompetensi bagi para pendamping dan tenaga pendidikan. Menurutnya, setiap anak disabilitas memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diperlakukan secara umum atau seragam.
“Kita enggak bisa asal kasih guru pendamping tanpa pelatihan. Pendamping harus paham bagaimana menghadapi anak autis, tuna rungu, atau kebutuhan khusus lainnya. Harus ada proses pelatihan dan standarisasi,” jelasnya.
Data Dinas Pendidikan mencatat, saat ini terdapat sekitar 700 anak disabilitas di Cilegon yang telah mengenyam pendidikan baik formal maupun non-formal. Namun demikian, masih banyak anak-anak disabilitas yang belum mendapatkan akses sekolah. Program “Sekolah Maning Yuuk Lurr” digagas sebagai upaya untuk menarik kembali anak-anak disabilitas ke dunia pendidikan.
Fajar Hadi Prabowo menutup dengan harapan agar Rumah Setara dapat terus berkembang menjadi pusat pelayanan disabilitas yang komprehensif di Cilegon.
“Kita semua punya tanggung jawab. Pemerintah hadir untuk memastikan tidak ada anak yang tertinggal dari haknya untuk belajar dan berkembang.” pungkasnya.