Tradisi Rutin Mengenang Jasa Pahlawan dari Masyarakat Desa ini

  • Whatsapp

Kemerdekaan Indonesia tidak terjadi begitu saja. Ada harga mahal yang harus ditebus agar kemerdekaan bisa diproklamasikan pada Agustus 1945. Bahkan, sekalipun Soekarno dan Mohammad Hatta berhasil mendeklarasikan kemerdekaan, perjuangan para pahlawan masih berlanjut. Sebab, saat itu Belanda kembali dan ingin menguasai Indonesia setelah kekalahan Jepang.

Karena itu, penghormatan setinggi-tingginya harus diberikan kepada mereka. Lagi pula, Soekarno pernah berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Ada beragam cara untuk menghormati para pahlawan. Salah satunya, seperti yang dilakukan masyarakat Desa Kelaci, Tabanan, Bali.

Warga Desa Adat Kelaci melakukan persembahyangan sebagai penghormatan kepada para pahlawan yang gugur dalam Puputan Margana. Setiap November, masyarakat di sana mendatangi Taman Pujaan Bangsa Margarana untuk melakukan serangkaian upacara sebagai penghormatan kepada 1.372 pejuang yang gugur dalam Puputan Margarana.

Puputan Margarana sendiri merupakan perang antara masyarakat Bali, khususnya Tabanan, dan Belanda yang bersikeras menduduki kembali wilayah tersebut. Pertempuran yang dipimpin I Gede Gusti Ngurah Rai ini terjadi pada 20 November 1946. Dalam bahasa Bali, puputan memiliki arti pertempuran yang dilakukan sampai titik darah penghabisan. Sementara, margarana merujuk pada lokasi pertempuran, yakni Desa Marga.

Upacara peringatan Hari Puputan Margarana terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama diisi dengan upacara bendera dan tabur bunga yang diikuti seluruh elemen masyarakat, termasuk veteran dan pejabat.

Selepas upacara nasional, warga Desa Adat Kelaci melanjutkan sesi peringatan Hari Puputan Margarana dengan serangkaian ritual adat. Begitu sesi tersebut selesai, barulah warga Desa Adat Kelaci menggelar upacara adat. Sekretaris Desa Adat Kelaci Wayan Junaedy dalam pemberitaan Kontan,

Senin (10/2/2020), mengatakan bahwa sesi ini dilakukan dengan “ngayah” atau bergotong-royong secara sukarela. Adapun upacara adat dalam peringatan tersebut terdiri dari mamunjung, yakni ritual persembahyangan bagi leluhur yang sudah meninggal di setra atau kuburan.

Kemudian, mapeed yang merupakan ritual memberikan sesajen. Persembahan yang diberikan bisa dalam bentuk makanan, minuman, rokok, hewan, atau dupa. Uniknya, ritual ini hanya boleh dilakukan oleh wanita.  Dalam peringatan Hari Puputan Margarana, pembawa persembahan merupakan ibu-ibu pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) setempat.

Dengan pakaian seragam, mereka berjalan berbaris membawa sesajen di atas kepala. Baca juga: Mengintip Pesona Desa Penglipuran di Bali, Desa Terbersih Ketiga di Dunia Sebelum pandemi Covid-19 melanda, peringatan tersebut kerap diikuti masyarakat luas, termasuk wisatawan yang tengah berlibur di Tabanan. Berbicara liburan, gerbang pariwisata Pulau Dewata telah dibuka kembali.

Berdasarkan data laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per Selasa (9/11/2021), capaian vaksinasi Covid-19 di Bali telah menyentuh angka 100 persen untuk dosis pertama dan 87,3 persen untuk dosis kedua. Selain itu, ribuan spot wisata di Bali, termasuk di Tabanan, sudah tersertifikasi Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE) dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Karenanya, momen ini bisa jadi #ItstimeforBali. Sebagai informasi, CHSE diberikan kepada pelaku industri pariwisata, seperti hotel, tempat kuliner, dan wahana rekreasi yang mampu memberikan jaminan kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan kepada wisatawan.

 

Related posts

Leave a Reply