Cilegon,- Matamedia.co.id,- Cipta Kerja membawa perubahan signifikan pada pengaturan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Prinsip dasar Amdal tetap dipertahankan, tetapi peraturan pelaksanaannya disempurnakan untuk memfasilitasi persetujuan lingkungan. Kini, Amdal diwajibkan hanya untuk dokumen lingkungan yang berisiko tinggi.
UU No. 11 Tahun 2020 mengubah banyak ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Menurut Eka Wandoro Dahlan, S.H., M.H. Advokat dari kantor hukum EWD and Partner, ada tujuh poin penting dalam pengaturan Amdal menurut UU Cipta Kerja, termasuk perubahan perizinan dari izin lingkungan menjadi izin usaha.
Substansi dokumen Amdal tetap mencakup enam hal, seperti pengkajian dampak rencana usaha, evaluasi kegiatan di sekitar lokasi, dan saran dari masyarakat terdampak. “Amdal kini lebih ditekankan pada dokumen lingkungan berisiko tinggi, dengan penerbitan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKL) setelah evaluasi. Dokumen risiko menengah memerlukan UKL-UPL dan persetujuan lingkungan, sementara yang berisiko rendah hanya perlu nomor induk berusaha (NIB),” jelas Eka.
Perubahan dalam Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2009 juga penting, terutama tentang tanggung jawab mutlak atas kerugian lingkungan dalam pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan ancaman serius terhadap lingkungan. Bunyi Pasal 88 menyatakan, “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengelola limbah B3 dan/atau kegiatan yang mengancam lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian lingkungan hidup yang terjadi,” tambahnya.
Eka Wandoro Dahlan, S.H., M.H. juga menyoroti perubahan pembuktian asas strict liability di Pasal 88 UU PPLH, yang kini menempatkan tanggung jawab mutlak pada pengelola limbah B3 dan kegiatan yang mengancam lingkungan. “Pembuktian unsur melawan hukum dan pemahaman terhadap pencemaran lingkungan tetap menjadi fokus penting,” tambah Eka.
Rekomendasi hasil pengawasan sebagai dasar gugatan perdata oleh pemerintah diharapkan memberikan landasan hukum yang lebih jelas dan efektif untuk perlindungan lingkungan di Indonesia.
UU Cipta Kerja bertujuan untuk menciptakan kemudahan berusaha dengan memangkas regulasi yang dianggap menghambat, termasuk dalam hal perizinan lingkungan, namun tetap mengutamakan aspek perlindungan lingkungan hidup yang berkelanjutan.